Lembaga Ombudsman DIY

logo-hitam

Dapatkan Informasi Yang Anda Butuhkan

 

Transformasi Kelembagaan Pengawasan Pemilu di Indonesia

Pemilihan Umum (Pemilu) pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada tahun 1955. Pada era tersebut telah terbangun kepercayaan antara seluruh peserta pemilu dengan warga negara sehingga membentuk lembaga parlemen yang disebut sebagai Konstituante. Kelembagaan Pengawas Pemilu baru muncul pada pelaksanaan Pemilu 1982, dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu). Pada saat itu sudah mulai muncul ketidakpercayaan terhadap pelaksanaan Pemilu yang mulai dikooptasi oleh kekuatan rezim penguasa. Pembentukan Panwaslak Pemilu pada Pemilu 1982 dilatarbelakangi adanya protes-protes atas banyaknya pelanggaran dan manipulasi penghitungan suara yang dilakukan oleh para petugas Pemilu pada Pemilu tahun 1971.

Pemebentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat independen muncul dari tuntutan pembentukan penyelenggara Pemilu yang bersifat mandiri dan bebas dari pengaruh pemerintah yang berkuasa pada masa tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi campur tangan penguasa dalam pelaksanaan Pemilu mengingat penyelenggara Pemilu sebelumnya, yakni Lembaga Pemilihan Umum (LPU) yang merupakan bagian dari Kementerian Dalam Negeri (sebelumnya Departemen Dalam Negeri). Lembaga pengawas Pemilu juga berubah nomenklatur dari Panwaslak Pemilu menjadi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).

Perubahan mendasar terkait kelembagaan Pengawas Pemilu baru dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003. Berdasarkan UU tersebut, dalam pelaksanaan pengawasan Pemilu dibentuk sebuah lembaga adhoc terlepas dari struktur KPU yang terdiri dari Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan. Selanjutnya kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dengan dibentuknya sebuah lembaga tetap yang dinamakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Adapun aparatur Bawaslu dalam pelaksanaan pengawasan berada sampai dengan tingkat kelurahan/desa dengan urutan Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) di tingkat kelurahan/desa. Kewenangan utama dari Pengawas Pemilu menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 adalah untuk mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, pelanggaran pidana pemilu, serta kode etik.

Dinamika kelembagaan pengawas Pemilu masih berjalan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Secara kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan kembali dengan dibentuknya lembaga tetap Pengawas Pemilu di tingkat provinsi dengan nama Badan Pengawas Pemilu Provinsi (Bawaslu Provinsi). Pada konteks kewenangan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011, Bawaslu juga memiliki kewenangan untuk menangani sengketa Pemilu.

Kewenangan utama Pengawas Pemilu adalah mengawasi pelaksanaan tahapan Pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, pidana Pemilu dan kode etik. 

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum Pasal 93, Bawaslu bertugas:

Menyusun standar tata laksana pengawasan Penyelenggaraan Pemilu untuk pengawas Pemilu di setiap tingkatan;

Melakukan pencegahan dan penindakan terhadap:

  1. pelanggaran Pemilu; dan
  2. sengketa proses Pemilu;

Mengawasi persiapan Penyelenggaraan Pemilu, yang terdiri atas:

  1. perencanaan dan penetapan jadwal tahapan Pemilu;
  2. perencanaan pengadaan logistik oleh KPU;
  3. sosialisasi Penyelenggaraan Pemilu; dan
  4. pelaksanaan persiapan lainnya dalam Penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

Mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu, yang terdiri atas:

  1. pemutakhiran data pemilih dan penetapan daftar pemilih sementara serta daftar pemilih tetap;
  2. penataan dan penetapan daerah pemilihan DPRD kabupaten/kota;
  3. penetapan Peserta Pemilu;
  4. pencalonan sampai dengan penetapan Pasangan Calon, calon anggota DPR, calon anggota DPD, dan calon anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  5. pelaksanaan kampanye dan dana kampanye;
  6. pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya;
  7. pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu di TPS;
  8. pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara dari tingkat TPS sampai ke PPK;
  9. rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU;
  10. pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan; dan
  11. penetapan hasil Pemilu;

Mencegah terjadinya praktik politik uang;

Mengawasi netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia;

Mengawasi pelaksanaan putusan/keputusan, yang terdiri atas:

  1. putusan DKPP;
  2. putusan pengadilan mengenai pelanggaran dan sengketa Pemilu;
  3. putusan/keputusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/ Kota;
  4. keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota; dan
  5. keputusan pejabat yang berwenang atas pelanggaran netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia;

Menyampaikan dugaan pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu kepada DKPP;

  1. menyampaikan dugaan tindak pidana Pemilu kepada Gakkumdu1;
  2. mengelola, memelihara, dan merawat arsip serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. mengevaluasi pengawasan Pemilu;
  4. mengawasi pelaksanaan Peraturan KPU; dan
  5. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada Pasal 95 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, Bawaslu berwenang:

  1. menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pemilu;
  2. memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran, administrasi Pemilu;
  3. memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran politik uang;
  4. menerima, memeriksa, memediasi atau mengadjudikasi, dan memutus penyelesaian sengketa proses Pemilu;
  5. merekomendasikan kepada instansi yang bersangkutan mengenai hasil pengawasan terhadap netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia;
  6. mengambil alih sementara tugas, wewenang, dan kewajiban Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota secara berjenjang jika Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota berhalangan sementara akibat dikenai sanksi atau akibat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  7. meminta bahan keterangan yang dibutuhkan kepada pihak terkait dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran administrasi, pelanggaran kode etik, dugaan tindak pidana Pemilu, dan sengketa proses Pemilu;
  8. mengoreksi putusan dan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota apabila terdapat hal yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  9. membentuk Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu LN;
  10. mengangkat, membina, dan memberhentikan anggota Bawaslu Provinsi, anggota Bawaslu Kabupaten/Kota, dan anggota Panwaslu LN; dan
  11. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sumber:

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
  2. https://www.bawaslu.go.id/id/profil/sejarah-pengawasan-pemilu

Catatan kaki:

Gakkumdu = Penegakan Hukum Terpadu

Kontributor: Dhelina Puteri NR

Scroll to Top