Refleksi Akhir Masa Bakti Lembaga Ombudsman Swasta Periode Kerja 2008-2011
Pengantar
Etika dalam tata kelola usaha belum sepenuhnya menjiwai praktik bisnia di Daeraha Istimewa Yogyakarta. Masih begitu banyak pelanggaran baik dalam bentuk yang terselubung seperti iklan yang manipulatif, sampai yang vulgar seperti kekerasan dalam penagihan kredit. Inisiatif Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta membentuk Lembaga Ombudsman Swasta Daerah Istimewa Yogyakarta (LOS DIY) adalah sebuah ikhtiar untuk mengawasi dan mendorong tegaknya etika dalam tata kelola usaha di DIY.
Perjalanan selama tiga tahun sebagai lembaga pengawas etika tata kelola usaha swasta di DIY telah memetakan permasalahan dalam usaha sektor swasta. Dalam bisang pelayanan konsumen terdapat tiga masalah besar: (a) produk yang buruk, (b) promosi yang tidak jujur dan (c) praktik bisnis yang curang. Asimetri pengetahuan produk antara konsumen dan produsen telah menimbulkan asimetri posisi, dimana pelaku usaha cenderung melebih-lebihkan kebaikan produk dan menutup-nutupi kelemahan produknya. Dalam bidang ketenagakerjaan, pelanggaran hak-hak normatif karyawan masih tak surut juga. Lagi-lagi sempitnya lapangan telah memaksa karyawan tetap harus bekerja meski terjadi perampasan hak-hak normatif: (a) hak ekonomis, (b) hal sosiologis, (c) hak medis dan (d) hak politis.
Untuk bisa menegakkan etika dalam pengelolaan usaha, diperlukan kepedulian dan tindakan yang konkrit dari pemangku kepentingan. LOS DIY menempuh tigas pendekatan utama: (a) pemberdayaan masyarakat melalui sosialisasi edukatif, (b) internalisasi nilai-nilai etika usaha dengan pendekatan benefit paradigm dan (c) advokasi perbaikan kebijakan pada pemerintah.
Kepada masyarakat ditekankan bagiamana mereka bisa berpartisipasi secara kritis dalam pengawasan etika usaha. Kepada mereka LOS DIY mendorong agar ‘teliti sebelum membeli’. Kepada pelaku usaha LOS DIY bukan sekedar mengusung himbauan moral, tapi juga menunjukkan ‘apa untungnya beretika’.
Koordinasi dengan pembuat kebijakan publik juga dilakukan karena kelemahan sistem peraturan sering dimanfaatkan oleh pelaku usaha. Aturan hukum yang lebih spesifik dan antisipatif juga bisa mempersempit ruang gerak pelanggaran.
Tentu saja, tak kalah pentingnya dalam pemberdayaan msayarakat melalui kemudahan akomodasi keluhan. Tidak semua warga masyarakat menyadari sebgai korban pelanggaran etika. Kalau pun menyadari, mereka tidak tahu kemana mereka harus mengadu dan apa untungnya bagi mereka. Lembaga Ombudsman Swasta DIY telah berusaha proatif dalam mengakomodasi masukan warga dengan menjangkau wilayah kecamatan, kelurahan atau bahkan kampung. Agar lebih efektif, LOS DIY juga menggunakan inisiatif memantau perilaku pelanggaran etika usaha. Artinya penanganan masalah bukan hanya didasarkan pada laporan atau pengaduan, tapi juga didasarkan pada temuan. Langkah ini sangat cocok dengan kenyataan di lapangan bahwa tidak semua kasus dilaporkan.
Laporan ini mencoba memotret permasalahan yang terjadi, menganalisisnya secara kritis dan manyajikan selengkap mungkin agar mudah dibaca dan dipahami oleh para pemangku kepentingan. Diharapkan, pengetahuan dan kesadaran tentang potert realita masalah di sekitar kita bisa menumbuhkan daya kritis kita dalam partisipasi pengawasan kolektif dan sebagai pemantik gerakan mental kultural yang transformatif menuju perbaikan tata kelola usaha di DIY. Semoga.