Strategi Pengembangan Pasar Rakyat dan Retail Lokal di Daerah Istimewa Yogyakarta

Pengaturan Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penyusun untuk dapat menyelesaikan buku hasil penelitian yang berjudul “Strategi Pengembangan Pasar Rakyat dan Retail Lokal di Daerah Istimewa Yogyakarta”. Penelitian ini merupakan salah satu bentuk kepedulian dan tanggungjawab Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta (LO DIY) terkait dengan semakin masifnya pertumbuhan  retail modern serta menurunnya beberapa pasar tradisional, khususnya di wilayah DIY. LO DIY bekerjasama dengan Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) Universitas Gadjah Mada, menyoroti tata kelola perdagangan dan pasar rakyat serta regulasi yang ada di wilayah DIY.

Tujuan penelitian dilakukan adalah untuk mengkaji regulasi yang diperlukan dalam pengembangan pasar rakyat dan retail lokal di DIY, selain itu mengkaji tata niaga dan tata kelola pasar yang bertumpu pada peranan pemerintah dan organisasi rakyat yang signifikan dalam pengembangan pasar rakyat dan retail lokal di DIY. Bahkan LO DIY melakukan kajian pola pengembangan jaringan antar pasar dan antar-retail lokal serta menganalisis kebutuhan dan pola pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di pasar rakyat dan retail lokal di DIY. Hasil akhir penelitian yang akan dilakukan adalah menyusun rekomendasi dan rencana aksi pengembangan pasar rakyat dan retail lokal di DIY. Menurut Peraturan Menteri Perdagangan No. 70/M-DAG/PER/12/2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern untuk mendorong peningkatan penggunaan produk dalam negeri.  Apalagi, pemerintah mewajibkan toko modern untuk memasarkan produk buatan dalam negeri paling sedikit 80 persen dari jumlah dan jenis barang yang diperdagangkan. Namun, Permendag tersebut seakan-akan hanya memayungi pasar modern sama sekali tidak memberikan perlindungan terhadap pasar tradisional. Dalam permendag tersebut tertulis beberapa poin yang ditonjolkan seakan-akan di dalamnya ditulis soal zonasi. Tapi di sisi lain, kewenangan zonasi diserahkan ke pemerintah daerah, walikota/bupati, dan tidak jelas berapa jarak zonasinya. Permendag itu juga mencantumkan kemitraan namun implementasinya Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sekitar pasar modern harus tertekan dengan syarat dan harga yang tidak mungkin dipenuhi.

Sebagaimana data Kementerian Perindustrian tahun 2007 dan Kementrian Perdagangan tahun 2011, jumlah pasar tradisional di Indonesia mengalami penurunan cukup drastis dari tahun 2007-2011. Pada tahun 2007 ditunjukkan  jumlah pasar tradisional di Indonesia mencapai 13.450 namun data tahun 2011 jumlahnya tinggal 9.950. Pasar tradisional berkurang lebih dari tiga ribu selama periode 2007-2011. Pada waktu yang bersamaan, Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) juga merilis kenaikan jumlah retail modern yang cukup signifikan tahun 2007-2011. Kenaikannya hampir delapan ribu retail modern. Jadi, pasar tradisional mengalami penurunan lebih dari tiga ribu, sedangkan pasar modern mengalami kenaikan sekitar delapan ribu. Kondisi demikian mendorong penelitian ini dilakukan guna merumuskan strategi bagi pasar tradisional dan retail lokal bersaing dan tetap eksis.

Hasil penelitian secara ringkas menunjukkan bahwa adanya regulasi yang diikuti kebijakan, program, dan kegiatan terkait penataan dan pengembangan pasar rakyat belum sepenuhnya mampu menyelesaikan permasalahan klasik yang sudah bertahun-tahun terjadi di pasar yang menjadi lokasi studi kasus penelitian ini. Hal ini karena permasalahan tersebut bercorak struktural, sehingga memerlukan pendekatan struktural pula yang bertumpu pada penguatan kelembagaan pasar rakyat di DIY. Regulasi yang tersedia masih bercorak teknis dan lebih terkait dengan penataan pasar, belum sepenuhnya diturunkan dari amanat konstitusi bagaimana merealisasikan daulat rakyat di pasar-pasar dan retail lokal. Selain itu tata kelola pasar masih sentralistik beriringan dengan kompleksnya permasalahan pasar rakyat sebagai akibat lemahnya organisasi pedagang pasar. Hal ini karena organisasi pedagang pasar tidak diberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dengan peran serta yang semakin meningkat dalam tata kelola pasar. Hasil lain yang ditemukan adalah lemahnya networking/jaringan antar pasar yang sebatas jaringan sosial melalui pertemuan temporer, belum menjadi jaringan ekonomi dan bisnis. Koperasi pasar masih berkembang di lingkungan masing-masing pasar, sedangkan permasalahan yang dihadapi relatif homogen, dalam hal persaingannya dengan lembaga keuangan yang lebih besar maupun rentenir yang masuk ke pasar-pasar.  Penelitian mendorong peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) pedagang dan pengelola organisasi pedagang yang masih bercorak parsial dan temporer, sehingga belum memiliki dampak signifikan dalam memecahkan permasalahan para pedagang secara mendasar. Sementara para pedagang membutuhkan peningkatan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Penyelesaian buku hasil penelitian ini mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu sudah selayaknya penyusun mengucapkan terima kasih kepada Kepala Dinas Pasar kabupaten dan kota di DIY ataupun bidang pasar sebagai responden penelitian, kepada APPSI se-kabupaten kota di DIY, paguyuban-paguyuban pasar, koperasi-koperasi pasar serta pedagang-pedagang pasar tradisional dan asosiasi-asosiasi retail lokal yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini. Juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada jajaran Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM dan Lembaga Ombudsman DIY serta para pihak yang tidak dapat disebutkan secara rinci di halaman ini.

Kami berharap semoga dengan terbitnya buku hasil penelitian pasar tradisonal dan retail lokal ini dapat memberikan manfaat, dorongan serta semangat lebih baik. Kami menyadari bahwa buku penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Tim Penyusun